ADHD "JARINGAN SIBUK!!!"

Kumpulan Asuhan Keperawatan

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us

The Wedding My Sister

Sabtu, 21 Februari 2009

ASUHAN KEPERAWATAN CRF (Cronic Renal Failure)

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap, yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.
Toksik uremik adalah bahan yang dituduh sebagai penyebab sindrom klinik uremia. Toksik uremik yang telah diterima adalah : H2O, Na, K, H, P anorganik dan PTH Renin. Sedangkan yang belum diterima adalah : BUN, Kreatinin, asam Urat, Guanidin, midlle molecule dan sebagainya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi dari Gagal Ginjal Kronik ?
2. Bagaimana dengan etiologinya ?
3. Bagaimana dengan patofisiologinya ?
4. Bagaimana dengan manifestasi klinik ?
5. Bagaimana dengan komplikasinya ?
6. Bagaimana PNP dari GGK?
7. Bagaimana asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, penatalaksanaan, evaluasi dan tujuan keperawatan ?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi persyaratan mata kuliah keperawatan medical bedah.
2. Tujuan Khusus
a. mahasiswa mampu menjelaskan definisi ?
b. mahasiswa mampu menjelaskan etiologi ?
c. mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi ?
d. mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis ?
e. mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi ?
f. mahasiswa mampu menjelaskan PNP ?



BAB II
KONSEP MEDIS
A. PENGERTIAN
Ada beberapa pengertian gagal ginjal kronis yang dikemukakan oleh beberapa ahli meliputi yaitu :
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo, 1996).
Long (1996 : 368) mengemukakan bahwa Gagal ginjal kronik adalah ginjal sudah tidak mampu lagi mempertahankan lingkugan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi sudah tidak dimulai
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronik antara lain :
Infeksi, Penyakit peradangan, Penyakit vaskuler hipersensitif, Gangguan jaringan penyambung, Gangguan kongenital dan herediter, Gangguan metabolisme, Nefropatik toksik, Nefropati obstruksi
Faktor-faktor predisposisi timbulnya infeksi traktus urinarius:
Obstruksi aliran urine, Seks/usia, Kehamilan, Refleks vesikoureteral, Instrumentasi (kateter yang dibiarkan di dalam), Penyakit ginjal, Gangguan metabolisme.
C. PATOFISIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa nefron ginjal. Keadaan ini mencakup penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga lesi obstruksi pada traktus urinarius. Mula-mula terjadi beberapa serangan penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus (Glumerolunepritis), yang menyerang tubulus gijal (Pyelonepritis atau penakit polikistik) dan yang mengganggu perfusi fungsi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis).
Kegagalan ginjal ini bisa terjadi karena serangan penyakit dengan stadium yang berbeda-beda
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar BUN normal dan pasien asimtomatik. Homeostsis terpelihara. Tidak ada keluhan. Cadangan ginjal residu 40 % dari normal.
Stadium II
Insufisiensi Ginjal
Penurunan kemampuan memelihara homeotasis, Azotemia ringan, anemi. Tidak mampu memekatkan urine dan menyimpan air, Fungsi ginjal residu 15-40 % dari normal, GFR menurun menjadi 20 ml/menit. (normal : 100-120 ml/menit). Lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal), kadar BUN meningkat, kreatinine serum meningkat melebihi kadar normal. Dan gejala yang timbul nokturia dan poliuria (akibat kegagalan pemekatan urine)
Stadium III
Payah ginjal stadium akhir
Kerusakan massa nefron sekitar 90% (nilai GFR 10% dari normal). BUN meningkat, klieren kreatinin 5- 10 ml/menit. Pasien oliguria. Gejala lebih parah karena ginjal tak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Azotemia dan anemia lebih berat, Nokturia, Gangguan cairan dan elektrolit, kesulitan dalam beraktivitas.
Stadium IV
Tidak terjadi homeotasis, Keluhan pada semua sistem, Fungsi ginjal residu kurang dari 5 % dari normal.
Permasalahan fisiologis yang disebabkan oleh CRF
1. Ketidak seimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.
2. Ketidaseimbangan Natrium
Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointstinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi. Pada CRF yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi 1-1,5 gram/hari.
3. Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat. HCO3 menurun dan natrium bertahan.
4. Ketidaseimbangan asam basa
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H + sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.
5. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.
6. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal, hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenal dystrophy.
7. Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh:
• Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
• Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
• Defisiensi folat
• Defisiensi iron/zat besi
• Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun.
8. Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Sistem kardiovaskuler: mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-angitensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan edema pulmoner (akibat cairan berlebih) dan perkarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksin uremik).
2. Sistem integumenrum: rasa gatal yang parah (pruritus). Butiran uremik merupakan suatu penunpukkan kristal urin di kulit, rambut tipis dan kasar.
3. Sistem gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah.
4. Sistem neurovaskuler: perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedura otot dan kejang.
5. Sistem pulmoner: krekels, sputun kental, nafas dalam dan kusmaul.
6. Sistem reproduktif: amenore, atrifi testikuler.
E. Komplikasi
1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diit berlebih.
2. Perkarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
F. PENATALAKSANAAN
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :
1. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.
2. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.
3. Pengendalian K dalam darah
Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan lain-lain. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG, dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
4. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
5. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
6. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal.
7. Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut dipilih. Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat menolong bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk mengurangi jumlah dialisis.
8. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi dan merupakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun neuropati masih dapat timbul.
9. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi.
10. Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA .



G. PNP



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
• Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
• Oliguria (produksi urine kurang dari 400 cc/ 24jam), Anuria (Produksi urine kurang dari 100 cc / 24 Jam), Infeksi (WBCs, Bacterimia), Sediment urine mengandung : RBCs , granular, hialyn.
2. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit
a. Sekarang: Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik.
b. Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
c. Keluarga : Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
4. Tanda vital:
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
5. Body Systems :
a. Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental dan banyak,
Tanda : takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa sputum.
b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema. Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning. kecendrungan perdarahan. Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia, gangguan lekosit.
c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma. Miopati, ensefalopati metabolik, burning feet syndrome, restless leg syndrome.
Endokrin
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D.
d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare, Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva.
f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi. Berwarna pucat, gatal-gatal dengan eksoriasi, echymosis, urea frost, bekas garukan karena gatal.
6. Pola aktivitas sehari-hari
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia)
Penggunaan diuretik.
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
c. Pola Eliminasi
Eliminasi uri :
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
Eliminasi alvi : Diare.
d. Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
e. Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise,.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
f. Pola hubungan dan peran.
Gejala : kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran).
g. Pola sensori dan kognitif.
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
h. Pola persepsi dan konsep diri.
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
i. Pola seksual dan reproduksi.
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
j. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping.
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien.
7. Pemeriksan fisik :
a. Kepala: Edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.
b. Dada: Pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.
c. Perut: Adanya edema anasarka (ascites).
d. Ekstrimitas: Edema pada tungkai, spatisitas otot.
e. Kulit: Sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun.



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan penekanan, produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase pada otak.
4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum dalam kulit.
5. Resiko tinggi terjadi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan kurang/penurunan salivasi, pembatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.
6. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
7. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet, anemia.
8. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
9. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
10. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
11. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
C. INTERVENSI / IMPLEMENTASI
1. Diagnosa Keperawatan : Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan kerusakan nepron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme
1) Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya) serta tanda – tanda chvostek”s dan Trousseau”s.
Rasional : Tingginya gelombang T, Panjangnya interval PR dan Lebarnya kompleks QRS dihubungkan dengan serum Kalium ; Pernapasan kusmaul dihubungkan dengan acidosis, kejang yang mungkin terjadi dihubungkan dengan rendahnya calsium.
2) Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium, bicarbonat, calsium magnesium, Hb, HT, BUN dan serum kreatinin.
Rasional : Nilai laboratorium merupakan indikasi kegagalan ginjal untuk mengeluarkan sisa metabolit dan kemunduran fungsi sekretori ginjal.
3) Jangan berikan obat – obat Nephrothoxic.
Rasional : Obat – obat nephrotoxic akan memperburuk keadaan ginjal
4) Berikan pengobatan sesuai pesanan / permintaan dokter dan kaji respon terhadap pengobatan.
Rasional : Dosis obat mungkin berkurang dan intervalnya menjadi lebih lama. Monitor respon terhadap pengobatan untuk menentukan efektivitas obat yang diberikan dan kemungkinan timbulnya efek samping obat.
2. Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengeskkresi air dan natrium
1) Timbang berat badan pasien setiap hari, Ukur intake dan output tiap 24 jam, Ukur tekanan darah (posisi duduk dan berdiri), kaji nadi dan pernapasan (Termasuk bunyi napas) tiap 6-8 jam, Kaji status mental, Monitor oedema, distensi vena jugularis, refleks hepato jugular, Ukur CVP dan PAWP.
Rasional : Untuk mengidentifikasi status gangguan cairan dan elektrolit.
2) Monitor data laboratorium : Serum Natrium, Kalium, Clorida dan bicarbonat.
Rasional : Untuk mengidentifikasikan acumulasinya elektrolit.
3) Monitor ECG
Rasional : Peningkatan atau penurunan Kalium dihubungkan dengan disthrithmia. Hipokalemia bisa terjadi akibat pemberian diuretic.
4) Berikan cairan sesuai indikasi
Rasional : Untuk mencegah kemungkinan terjadinya dehidrasi sel.
5) Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap responnya.
Rasional : Untuk menentukkan efek dari pengobatan dan observasi tehadap efek samping yang mungkin timbul seperti : Hipokalemia dll.
3. Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan pembatasan intake (Diit) dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi protein – calori.
1) Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia.
Rasional : Keadaan – keadaan seperti ini akan meningkat kehilangan kebutuhan nutrisi.
2) Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data laboratorium : Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium.
Rasional : Untuk menentukkan diet yang tepat bagi pasien.
3) Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi sesuai kesukaan Klien.
Rasional : Meningkatkan kebuthan Nutrisi klien sesuai diet .
4) Bantu atau anjurkan pasien untuk melakukan oral hygiene sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan rasa tidak enak dalam mulut sebelum makan.
5) Berikan antiemetik dan monitor responya.
Rasional : Untuk mengevaluasi kemungkinan efek sampingnya.
6) Kolaborasi denga ahli diet untuk pemberian diit yang tepat bagi pasien.
Rasional : Kerjasama dengan profesi lain akan meningkatan hasil kerja yang baik. Pasien dengan GGK butuh diit yang tepat untuk perbaikan keadaan dan fungsi ginjalnya.
4. Potensial Infeksi sehubungan dengan penekanan sistim imun akibat uremia.
1) Kaji terhadap adanya tanda- tanda infeksi.
Rasional : Untuk mendeteksi lebih awal adanya infeksi.
2) Monitor temperatur tiap 4 – 6 jam : Monitor data laboratorium : WBC : Darah, Urine, culture sputum. Monitor serum Kalium.
Rasional : Uremia mungkin terselubung dan biasanya diikuti dengan peningkatan temperatur dicurigai adanya infeksi. Status hipermetabolisme seperti adanya infeksi dapat menyebabkan peningkatan serum kalsium.
3) Pertahankan tekhnik antiseptik selama perawatan dan patulah selalu universal precaution.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.
4) Pertahankan kebersihan diri, status nutrisi yang adekuat dan istirahat yang cukup.
Kebiasaan hidup yang sehat membantu mencegah infeksi.
5. Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan efek uremia.
1) Kaji terhadap kekeringan kulit, Pruritis, Excoriations dan infeksi.
Rasional : Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar keringat atau pengumpulan kalsius dan phospat pada lapiran cutaneus.
2) Kaji terhadap adanya petechie dan purpura.
Rasional : Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat uremia.
3) Monitor Lipatan kulit dan area yang oedema.
Rasional : Area- area ini sangat mudah terjadinya injuri.
4) Lakukan perawat kulit secara benar.
Rasional : Untuk mencegah injuri dan infeksi
5) Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan.
Rasional : Amengurangi pruritis.
6) Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.
Rasional : Untuk mencegah injuri akibat garukan dan infeksi.
6. Resiko Tinggi terjadinya gangguan persepsi / sensori, gangguan proses pikir sehubungan dengan abnormalitasnya zat – zat kimia dalam tubuh yang dihubungkan dengan uremia.
1) Kaji status neurologic : Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang : Pola tidur : Tingkat kesadaran dan ktivitas motorik (kejang)
Rasional : Perubahan yang terjadi merefleksikan adanya ganggua pada fungsi saraf sentral dan autonom.
2) Kaji tipe kepribadian
Rasional : Untuk mengidentifikasikan perubahan yang dihubungkan dengan uremia.
3) Observasi terhadap perubahan perilaku, adanya neuropathi perifer, rasa terbakar, kram otot dan gejala paresthesia lainnya.
Rasional : Perubahan metabolisme menyebabkan disfungsi cerebral dan dapat terjadi kerusakan serabut saraf .
4) Orientaskan pasien terhadap kenyataan saat ini.
Rasional : Menurunkan kemungkinan terjadinya disorientasi dan menginformasikan kepada klien keadaan / issue saat ini.
5) Pertahankan tindakan kenyamanan : Tutup rel tempat tidur, tempat tidur tidak boleh terlalu tiggi, jaukan barang – barang tajam, letakan bel dekat pasien.
Rasional :Memberikan kenyamanan lingkungan dan mencegah injuri.
6) Sempatkan waktu anda untuk bersama – sama klien, tanyakan klien dengan kalimat terbuka.
Rasional : Mencegah kehikangan memori pada pasien
7) Berikan latihan relaksasi sebelum tidur dan brikan periode stirahat.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan tidur karena uremia dapat mengganggu pola tidur.
8) Membimbing dan mengingatkan selalu berdoa dan beribadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing pasien.
7. Kurang mampu merawat diri sehubungan dengan kelemahan fisik.
1) Kaji kelemahan dan kelelahan, dan berikan penjelasan tentang kebutuhan perawatan diri.
Rasional : untuk menentukan kebutuhan yang akan dilakukan.
2) Jika pasien tidak mampu sama sekali Bantu lakukan perawatan dipasien dengan melibatkan kelurag.
Rasional: Memandirikan kelurga dalam merawat pasien.
3) Lakukan latihan nafas dalam batuk dan ambulasi di tempat tidur.
Rasional: Untuk mencegah efek dari bedrest seperti pneumonia.
8. Resiko terjadinya diskusi seksual
1) Kaji keadaan pasien secara umum.
Rasional: untuk mengidentifikasikan masalah yang ada.
2) Minta pasien untuk mengungkapkan perasaannya secara terbuka.
Rasional : Informasi dari pasien sangat penting untuk pelaksanaan askep
3) Bantu pasien untuk memecahkan masalah .
Rasional: Meningkatkan penerimaan pasien.
4) Jelaskan pasien tentang permasalahan yang terjadi.
Rasional : Membantu meningkatkan pengetahuan dan mengundang partisipasi klien.
5) Rujuk pasien kekonseling bila dibutuhkan
Rasional : Membantu untuk memecahkan permasalahan yang ada
9. Gangguan gambaran diri
1) Gaji dan jelaskan kepada pasien tentang keadaan ginjalnya serta alternatif tindakan lainnya seperti dialysis atau transplantasi
.Rasional: Interfensi awal bias mencegah disstres pada pasien.
2) Libatkan support sistim dalam perawatan pasien.
Rasional: Kehadiran support sistim meningkatkan harga diripasien.
D. EVALUASI
a. Perfusi jaringan ginjal adekuat. Data pendukung tes fungsi ginjal dalam keadaan normal.
b. Balance cairan normal. Data pendukung tidak ada tanda - tanda oedema.
c. Status nutrisi pasien diperbaiki dan dipertahankan. Data pendukung: Intake makanan dan minuman dalam batas normal sesuai diit yang dianjurkan.
d. Tidak ada infeksi. Data pendukung tidak ada tanda infeksi yang didapat.
e. Kulit utuh. Data pendukung tidak ada kerusakan pada kulit.
f. Respon terhadap rangsangan persepsi / sensorida dalam batas normal. Proses piker normal. Data pendukung orientasi terhadap waktu, tempat, orang baik gangguan sensasi tidak ada perkembangan, pola tidur normal.
g. kebutuhan sel fcare terpenuhi.
h. Pasien menerima perubahan yang terjadi pada dirinya.
i. Pasien menerima perubahan yang terjadi pada dirinya
E. TUJUAN KEPERAWATAN
1. Perfusi ginjal akan diperbaiki atau dipertahankan dalam batas yang dapat ditoleransi
2. Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi.
3. Kebuthan Nutrisi pasien akan terpenuhi.
4. Pasien bebas dari infeksi
5. Keutuhan kulit (Integritas kulit) pasien akan dipertahankan
6. Pasien mendemostrikan respon terhadap rangsangan sensori / persepsi secara normal, tidak mengalami gangguan gangguan proses berpikir.
7. Kebutuhan self care terpenuhi.
8. Gangguan seksual dapat diatasi .
9. Pasien tidak mengalami gangguan gambaran diri / dapat menerima keadaan dirinya.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit.
B. SARAN
Diharapkan kepada petugas kesehatan lebih kooperatif, dapat bertindak cepat dan tepat dalam menghadapi segala sesuatu. Dapat mengembangkan ilmu kesehatan yang dapat berguna bagi masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA
 Purnawan Junadi,(1982), “ Kapita Selekta Kedokteran “ , Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI 1982.
 Soeparman (1990), “ Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990.
 Price, Sylvia Anderson. (1985). Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta.
 Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : ECG.
 Carpenito, Lynda Juall. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarata: EGC.
 Dongoes, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan) Jakarta : EGC.
 Wilkinson, M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC